Jumat, 29 September 2017

Psikologi Kognitif

I. PENDAHULUAN

Psikologi Kognitif, studi ilmiah tentang kognisi. Kognisi mengacu pada proses mengetahui, dan psikologi kognitif adalah studi tentang semua aktivitas mental yang berkaitan dengan perolehan, penyimpanan, dan penggunaan pengetahuan. Domain psikologi kognitif mencakup keseluruhan spektrum aktivitas mental sadar dan tidak sadar: sensasi dan persepsi, pembelajaran dan ingatan, pemikiran dan penalaran, perhatian dan kesadaran, imajinasi dan mimpi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Topik lain yang mempesona para psikolog kognitif meliputi kreativitas, kecerdasan, dan bagaimana orang belajar, mengerti, dan menggunakan bahasa.

Selama bertahun-tahun, psikolog kognitif telah menemukan bahwa aktivitas mental yang tampak sederhana dan alami sebenarnya sangat luar biasa kompleks. Misalnya, kebanyakan anak tidak kesulitan belajar bahasa dari orang tua mereka. Tapi bagaimana anak-anak muda bisa men-decode makna suara dan memahami aturan dasar tatabahasa? Mengapa anak belajar bahasa lebih mudah dan cepat daripada orang dewasa? Menjelaskan teka-teki ini telah terbukti sangat sulit, dan usaha untuk menduplikat kemampuan bahasa yang benar dalam mesin telah gagal. Bahkan komputer yang paling maju pun kesulitan memahami makna cerita atau percakapan sederhana. Psikolog kognitif telah menemukan kompleksitas yang serupa dalam proses mental lainnya.

Psikologi kognitif adalah salah satu bidang dalam ilmu kognitif, pendekatan interdisipliner untuk mempelajari pikiran manusia. Bidang lain dalam ilmu kognitif meliputi antropologi, linguistik, ilmu saraf (studi tentang otak dan sistem saraf), dan kecerdasan buatan. Neuroscience kognitif, atau neurokognisi, menggabungkan psikologi kognitif dan ilmu saraf.

Psikologi kognitif terkadang bingung dengan terapi kognitif, sejenis psikoterapi yang digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan mental lainnya. Terapi kognitif berada di dalam wilayah psikologi klinis, cabang psikologi yang dikhususkan untuk studi dan pengobatan gangguan mental. Lihat Psikoterapi: Terapi Kognitif.

  II. ASAL DARI PSIKOLOGI KOGNITIF

Rasa ingin tahu tentang sifat pengetahuan dan pikiran terbentuk kembali sejauh filsuf yang tercatat pertama. Filsuf Yunani Plato berpendapat bahwa tempat duduk pengetahuan ada di otak, namun Aristoteles muridnya percaya bahwa pengetahuan ada di dalam hati. Banyak orang lain sejak bertanya-tanya tentang bagaimana kita bisa mengenal dan memahami dunia kita, bagaimana kita mengingat atau mewakili informasi tentang dunia, dan bagaimana kita sampai pada keputusan.

  A. Kajian Awal Kognisi

Meskipun para filsuf dan teolog Renaisans secara aktif memperdebatkan sumber pengetahuan dan sifat persepsi indra (lihat Epistemologi), studi ilmiah tentang kognisi tidak dimulai sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1879 ahli fisiologi Jerman Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologis pertama, di Universitas Leipzig di Leipzig, Jerman. Penalaran bahwa orang adalah sumber informasi terbaik tentang pemikiran mereka sendiri, Wundt mulai mempelajari kesadaran melalui metode introspeksi. Teknik ini melibatkan orang-orang untuk mengamati dan melaporkan apa yang terjadi dalam pikiran mereka saat mereka terlibat dalam berbagai tugas mental. Pada tahun 1885 psikolog Jerman Hermann Ebbinghaus melakukan percobaan pertama untuk mengingat dan melupakan. Di Amerika Serikat, psikolog William James menggunakan introspeksi untuk berteori tentang struktur ingatan dan kesadaran, dan pada tahun 1890 ia mendefinisikan psikologi sebagai "ilmu kehidupan mental." Pada tahun 1896, psikolog Amerika Mary Whiton Calkins menemukan teknik penting untuk mempelajari retensi ingatan. .

  B. Pergeseran ke Behaviorisme

Pada awal 1900-an, bagaimanapun, dengan psikologi menjadi lebih berbeda dari filsafat dan fisiologi, perhatian beralih dari pertanyaan tentang kehidupan mental hingga pertanyaan tentang perilaku. Pergeseran ini terjadi karena banyak psikolog berpikir bahwa tidak mungkin mempelajari kehidupan mental dengan menggunakan metode ilmiah. Misalnya, kritik introspeksi yang berlabel subjektif dan spekulatif, dan bahkan pendukungnya pun menemukan bahwa orang tidak dapat melaporkan keadaan mental mereka secara lebih rinci. Perilaku, di sisi lain, dapat diamati, diukur, dan didokumentasikan. Psikolog Amerika John B. Watson, yang dianggap sebagai pendiri behaviorisme, berpendapat bahwa semua perilaku manusia dapat dijelaskan tanpa mengacu pada pikiran, perasaan, atau keadaan mental seseorang. Seorang behavioris terkemuka lainnya, psikolog Amerika B. F. Skinner, bersikeras pada keyakinannya bahwa bahkan bentuk pembelajaran manusia yang paling maju, seperti perolehan bahasa, dapat dijelaskan dalam pengertian prinsip dasar pengkondisian (lihat Pembelajaran).

  C. Munculnya kembali Psikologi Kognitif

Perkembangan Landmark pada akhir 1940an dan sepanjang tahun 1950an menghidupkan kembali harapan untuk studi ilmiah tentang kehidupan mental dan memicu "revolusi kognitif" dalam psikologi. Pada tahun 1949, psikolog Kanada Donald O. Hebb menerbitkan karya perintis, yang sebagian didasarkan pada penelitian hewan, yang berteori tentang dasar biologis memori dan fenomena psikologis lainnya. Pada tahun 1956, psikolog Amerika George Miller menunjukkan bahwa ada batasan jumlah informasi yang dapat dipegang orang dalam memori jangka pendek pada satu waktu tertentu. Pada akhir 1950-an ahli bahasa Amerika Noam Chomsky membantah penjelasan behaviorist Skinner mengenai perkembangan bahasa karena terlalu menyederhanakan. Teori Chomsky, yang mengemukakan bahwa anak-anak memiliki kemampuan bawaan untuk mengekstrak makna dari suara ujaran, merangsang minat lebih lanjut dalam psikologi kognitif.

   D. Kognisi sebagai Pengolahan Informasi

Perkembangan komputer digital memperkenalkan metafora baru untuk memikirkan operasi mental manusia. Para filsuf telah menawarkan metafora mekanis semacam itu berkali-kali sebelumnya, menyamakan pikiran dengan batu tulis kosong (tabula rasa), kotak hitam, dan bahkan robot mekanis. Tapi metafora komputer lebih hebat karena menyediakan cara bagi psikolog untuk mengkonseptualisasikan pengamatan mereka dan bahasa yang sama bagi para ahli teori untuk mengkomunikasikan gagasan mereka. Istilah komputer seperti input, output, pengolahan, penyimpanan informasi, dan pencarian informasi nampaknya mirip dengan "nyata" aktivitas mental orang. Dengan demikian, psikolog kognitif mulai menggambarkan manusia sebagai pengolah informasi.

Model pengolahan informasi melihat kognisi manusia sebagai rangkaian tahapan yang melaluinya informasi berjalan secara berurutan. Dalam model ini, informasi masuk ke otak kita (dikodekan), dipertahankan sebentar atau untuk jangka waktu yang lebih lama (penyimpanan jangka pendek atau jangka panjang), dan kemudian diaktifkan kembali (diambil) untuk diproses atau digunakan lebih lanjut.

Dengan berkembangnya sistem komputer yang lebih canggih pada tahun 1980an dan 1990an, psikolog kognitif memperluas metafora komputer ke model kognisi baru. Model ini menolak gagasan pengolahan informasi secara linier dan berurutan dan malah mengusulkan agar otak mampu melakukan pemrosesan paralel, di mana beberapa operasi dilakukan bersamaan. Salah satu model seperti itu, yang disebut model pemrosesan kognisi terdistribusi paralel, mencerminkan temuan dalam ilmu saraf yang menyarankan pemrosesan linier tidak dapat menjelaskan kecepatan pengambilan memori manusia yang tercatat.

Meskipun model pemrosesan informasi adalah alat yang ampuh untuk membimbing studi tentang proses kognitif, banyak ahli psikologi berpendapat bahwa teori ini kurang menangkap keseluruhan pengalaman kognitif manusia. Menggambarkan tindakan mengingat sebagai proses penyimpanan dan pengambilan, misalnya, mengabaikan pengalaman subjektif mengingat. Kritik lainnya adalah bahwa teori pemrosesan informasi mungkin tidak mencerminkan bagaimana otak benar-benar bekerja. Model yang lebih baru, seperti model pemrosesan terdistribusi paralel, mencoba mengatasi kritik ini dengan menggambar pada studi tentang struktur dan fungsi otak. Psikolog terus memperdebatkan kecukupan model pengolahan informasi, namun pengaruhnya kemungkinan akan berlanjut sampai abad ke-21.

  III. METODE PENELITIAN

Seperti psikolog lainnya, psikolog kognitif menggunakan beragam metode penelitian. Metode yang sangat relevan dengan psikologi kognitif dapat disusun dalam tiga kategori umum: (1) laporan sendiri, atau deskripsi orang tentang pengalaman mereka; (2) pengukuran waktu reaksi; dan (3) metode yang mengukur faktor biologis seperti aktivitas otak.

  A. Laporan Mandiri

Salah satu cara untuk meneliti kognisi adalah dengan melakukan eksperimen di mana para peserta diminta untuk melaporkan pengalaman mereka. Misalnya, percobaan pengenalan pola mungkin menghadirkan orang dengan berbagai rangsangan visual dan meminta mereka menyebutkan apa yang mereka lihat. Percobaan pada kemampuan memori mungkin mengharuskan peserta untuk melihat daftar kata, lalu mengatakan apa yang dapat mereka ingat (ingat) atau pilih kata-kata yang mereka lihat dari daftar yang lebih besar (pengakuan). Langkah-langkah pelaporan diri kadang-kadang mencakup deskripsi orang tentang intuisi mereka sendiri tentang bagaimana pikiran mereka bekerja. Misalnya, orang mungkin melaporkan citra mental yang mereka alami saat mereka mendengarkan cerita atau musik.

  B. Pengukuran Waktu Reaksi

Salah satu cara umum bahwa psikolog mempelajari pemikiran dan proses kognitif lainnya adalah mengukur seberapa cepat orang dapat mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan membedakan antara rangsangan yang berbeda. Dalam studi laboratorium yang khas, orang mungkin diminta memberi nama warna di mana kata-kata dicetak, untuk memindai karakter khusus dalam serangkaian huruf, atau untuk menanggapi secepat mungkin tentang apakah pernyataan itu benar atau salah.

Untuk demonstrasi bagaimana waktu reaksi dapat menggambarkan proses mental, lihat ilustrasi yang menyertainya, yang berjudul "Uji Stroop." Pertama, lihat sisi kiri ilustrasi dan, mulailah dengan kolom pertama, beri nama dengan keras setiap warna secepat Anda. bisa. Selanjutnya, lihat sisi kanan ilustrasi dan beri nama warna di mana kata-kata dicetak secepat mungkin. Apakah Anda butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan tugas kedua? Hampir semua orang merasa bahwa kata-kata itu mengganggu kemampuan mereka untuk memberi nama warnanya. Orang tidak perlu membaca nama warna sebelum menamai warna yang tercetak, namun sepertinya tidak mampu menahan diri. Tes ini menunjukkan bahwa membaca adalah proses otomatis dan bahwa memproses makna kata mengganggu tugas penamaan warna.

Komputer memungkinkan psikolog untuk mengukur waktu reaksi dalam unit yang sangat kecil, biasanya dalam milidetik (seperseribu detik). Misalnya, eksperimen telah menunjukkan bahwa orang dapat mengenali beberapa wajah dalam waktu sekitar 300 milidetik, atau kurang dari sepertiga detik. Pengukuran tepat seperti itu memungkinkan para ilmuwan untuk menguji hipotesis tentang bagaimana otak memproses, menyimpan, dan mengambil informasi.

  C. Metode Biologis

Kemajuan teknologi medis telah memungkinkan beberapa perkembangan paling menarik dalam sejarah psikologi kognitif. Sebelum tahun 1970an, hampir tidak mungkin mengukur aktivitas otak manusia yang hidup tanpa memotong kepala. Penemuan teknik pencitraan otak yang canggih ini berarti kita sekarang dapat melihat gambar otak "dalam tindakan." Teknik-teknik ini meliputi computed tomography (CT), positron emission tomography (PET), magnetic resonance imaging (MRI), dan magnetic resonance imaging fungsional fungsional MRI). Dengan mengamati pola aktivitas otak saat seseorang terlibat dalam berbagai aktivitas mental, periset telah mendapatkan wawasan baru tentang ingatan, persepsi, bahasa, dan proses lainnya. Untuk informasi lebih lanjut tentang teknik pencitraan otak, lihat Brain: Brain Imaging.

Ilmuwan menggunakan sejumlah metode lain untuk mengukur aktivitas otak dan sistem saraf. Elektrodafalografi kulit kepala (EEG) mengukur aktivitas listrik umum otak dengan menggunakan elektroda yang ditempelkan pada kulit kepala. Periset telah menemukan bahwa pembacaan EEG tertentu berkorelasi dengan keadaan kesadaran tertentu, seperti gairah, keterbukaan santai, tidur, dan tidur nyenyak. Teknik lain, electrooculography, mengukur pergerakan mata dan sering digunakan dalam studi tidur dan bermimpi. Studi tentang proses kognitif pada hewan dapat menggunakan metode penelitian invasif, seperti merangsang bagian otak dengan probe atau melepaskan sebagian otak. Untuk gambaran umum metode biologis yang digunakan dalam penelitian psikologis, lihat Biopsikologi: Metode Penelitian.

  IV. TOPIK STUDI

Salah satu cabang psikologi yang paling luas, psikologi kognitif mencakup lusinan topik studi. Artikel ini secara singkat menjelaskan beberapa bidang terpenting di lapangan: persepsi, pembelajaran dan ingatan, pemikiran dan penalaran, dan bahasa.

  A. Persepsi

Studi dalam persepsi mencoba memahami bagaimana orang menafsirkan informasi sensorik untuk memahami dunia mereka. Organ indera manusia menerima informasi tentang dunia dalam bentuk energi fisik - misalnya gelombang cahaya dan gelombang suara. Energi ini diubah oleh sistem sensorik kita menjadi impuls listrik yang berjalan ke otak. Persepsi adalah proses mental yang menerjemahkan impuls ini menjadi hal-hal yang dapat kita kenali dan pahami: orang, objek, tempat, suara, selera, dan bau.

Persepsi adalah proses alami dan mudah yang kebanyakan orang tidak menyadarinya. Tetapi bagi psikolog kognitif, persepsi adalah salah satu misteri besar pikiran. Mereka bertanya-tanya tentang pertanyaan seperti "Bagaimana kita memandang dunia dalam tiga dimensi meskipun gambar yang diproyeksikan ke mata dua dimensi?" "Mengapa kita melihat melodi dalam musik, bukan serangkaian catatan yang tidak terputus?" "Apa menyebabkan ilusi visual?

Salah satu bidang studi dalam persepsi adalah pengenalan pola, kemampuan mengenali bentuk yang familier di lautan informasi sensorik. Misalnya, mengenali wajah teman di keramaian adalah bentuk pengenalan pola. Bidang minat lain dalam persepsi menyangkut perbedaan antara persepsi dan imajinasi. Beberapa psikolog kognitif mengusulkan agar persepsi dan imajinasi seringkali sangat mirip, namun sebagian lainnya tidak setuju dengan sudut pandang ini.

Lihat Persepsi; Ilusi.

  B. Belajar dan Memori

Banyak orang berpikir untuk belajar sebagai sesuatu yang terjadi di kelas. Bagi psikolog, kata belajar lebih mengacu pada bagaimana kita memperoleh pengetahuan, mengembangkan perilaku baru, dan menyesuaikan diri dengan tantangan hidup. Periset telah menemukan banyak prinsip umum yang mengatur pembelajaran dasar. Misalnya, dua bentuk pembelajaran yang umum adalah pengkondisian operan (pembentukan perilaku melalui penghargaan dan hukuman) dan pembelajaran melalui observasi. Psikolog kognitif sangat tertarik pada bentuk pembelajaran yang kompleks, seperti belajar bahasa atau matematika tingkat lanjut.

Belajar terjalin erat dengan ingatan, proses menyimpan dan mengambil informasi di otak. Memori memainkan peran sentral dalam hampir semua aktivitas mental. Lebih dari sekedar sistem pencarian fakta, ingatan memungkinkan kita membuat kesimpulan, memecahkan masalah yang tidak biasa, dan menghubungkan objek dan kejadian dengan pengetahuan sebelumnya. Memori merupakan salah satu area penelitian yang paling aktif dalam psikologi kognitif. Peneliti menyelidiki pertanyaan seperti, berapakah kapasitas memori? Mengapa orang lupa informasi? Bagian otak mana yang terlibat dalam ingatan? Bagaimana pengetahuan diwakili dan diorganisasikan dalam ingatan? Faktor apa yang mempengaruhi keakuratan ingatan?

Kebanyakan psikolog membedakan setidaknya tiga sistem atau komponen memori. Yang pertama adalah memori sensorik, dimana informasi dipegang oleh sistem sensorik hanya seketika. Memori kerja, yang juga disebut memori jangka pendek, menyimpan informasi dalam kesadaran sementara untuk manipulasi dan penggunaan segera. Ingatan jangka panjang adalah apa yang kebanyakan orang anggap sebagai memori. Ini menyimpan banyak informasi dalam waktu lama.

Lihat Belajar; Ingatan.

  C. Berpikir dan Penalaran

Berpikir melibatkan manipulasi informasi mental untuk tujuan penalaran, memecahkan masalah, membuat keputusan dan penilaian, atau sekadar membayangkan. Meskipun psikolog kognitif tidak dapat melihat proses berpikir, mereka dapat membuat kesimpulan tentang proses ini dari perilaku.

Psikolog kognitif telah mencatat bahwa orang menggunakan sejumlah strategi saat memikirkan masalah atau keputusan. Seringkali orang menggunakan penalaran deduktif atau penalaran induktif, dua bentuk logika. Dalam penalaran deduktif, orang menarik kesimpulan tentang kasus spesifik dari prinsip umum yang dianggap benar. Dalam penalaran induktif, orang menyimpulkan sebuah aturan umum dari kasus tertentu. Saat membuat penilaian atau memecahkan masalah, orang juga sering mengandalkan heuristik, aturan praktis yang biasanya mengarah pada solusi yang benar namun tidak dijamin akan bekerja setiap saat.

Banyak filsuf telah menegaskan bahwa manusia adalah pemikir rasional yang berhati-hati dan sistematis dalam evaluasi informasi mereka. Tetapi ketika para psikolog kognitif melihat dengan seksama jenis keputusan yang dibuat orang dan bagaimana mereka sampai pada keputusan tersebut, mereka mendapati bahwa orang seringkali kurang rasional. Misalnya, bayangkan Anda memiliki penyakit tropis yang serius dan harus memutuskan apakah akan menjalani operasi atau minum obat. Pengobatannya, meski tidak terlalu berbahaya, juga tidak terlalu efektif. Operasi ini sangat efektif, namun ada kemungkinan 30 persen Anda akan meninggal dalam waktu enam bulan setelah operasi. Dengan skenario hipotetis ini, kebanyakan orang memilih obatnya. Tapi ketika risikonya diungkapkan dengan cara lain-bahwa 70 persen dari mereka yang memilih operasi masih hidup enam bulan kemudian-orang lebih bersedia untuk memilih prosedur yang berbahaya. Istilah framing effects mengacu pada fakta bahwa keputusan orang sangat dipengaruhi oleh cara informasi dibingkai. Salah satu fokus penelitian dalam pengambilan keputusan adalah bagaimana membantu orang menghindari efek ini saat membuat keputusan yang sulit atau mengancam jiwa.

  D. Bahasa

Dari semua kemampuan manusia, bahasa mungkin yang paling mengesankan. Dalam bentuk tulisan, tulisan, dan isyarat, bahasa adalah alat komunikasi utama di antara orang-orang. Meskipun spesies hewan lain telah mengembangkan sistem komunikasi yang canggih, tidak satu pun dari sistem ini yang mendekati bahasa manusia dalam kompleksitas. Dengan bahasa, kita bisa merujuk pada kejadian atau gagasan di masa lalu atau masa depan, berbicara tentang konsep abstrak seperti moralitas, dan mencatat kisah peradaban manusia.

Bahasa adalah topik utama dalam studi psikologi kognitif karena berhubungan erat dengan persepsi, ingatan, pemikiran, pemecahan masalah, dan proses mental lainnya. Yang menarik bagi psikolog adalah bagaimana anak-anak memperoleh bahasa dan mengapa mereka memiliki bahasa penguasaan waktu lebih mudah daripada orang dewasa yang mencoba belajar bahasa kedua. Banyak ilmuwan percaya bahwa otak manusia secara unik "dihubungkan" untuk belajar bahasa selama masa kritis pada masa kanak-kanak dan anak usia dini. Pendukung gagasan ini mencatat bahwa anak-anak di seluruh dunia mencapai tonggak bahasa yang spesifik pada usia yang hampir sama. Namun, para ilmuwan terus memperdebatkan berapa banyak kapasitas bahasa yang lahir sejak lahir.

Pertanyaan lain yang banyak diperdebatkan adalah apakah hewan selain manusia memiliki kapasitas untuk bahasa. Periset telah mencoba menjawab pertanyaan ini dengan melatih simpanse dan gorila - kerabat genetik terdekat dari spesies manusia - untuk menggunakan bahasa isyarat atau untuk menekan simbol pada keyboard. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa kera dapat menghasilkan dan memahami frase dan kalimat sederhana dan bahkan menghargai perbedaan halus dalam susunan kata dan struktur kalimat. Seekor simpanse, Kanzi, telah menunjukkan kemampuan untuk memahami kalimat bahasa Inggris lisan pada tingkat anak berusia 2 tahun. Meskipun beberapa ilmuwan tetap skeptis terhadap temuan ini, sebagian besar sekarang setuju bahwa kera dapat mencapai bentuk bahasa yang tidak sempurna.

Bidang penelitian lainnya meliputi struktur bahasa, bagaimana bahasa disusun dan diwakili dalam pikiran, bagaimana kita memproses dan memahami bahasa, dasar neurologis bahasa, dan gangguan bahasa. Subjek penyelidikan lainnya menyangkut hubungan antara bahasa dan pemikiran. Misalnya, hanya memikirkan ucapan yang tidak disuarakan, atau proses lain yang terlibat? Bagaimana bahasa mempengaruhi cara kita berpikir?

Psikolinguistik adalah studi interdisipliner tentang proses mental yang terlibat dalam perolehan, produksi, dan pemahaman bahasa. Spesialis di bidang ini mungkin berasal dari salah satu dari berbagai disiplin ilmu, termasuk psikologi kognitif, linguistik, ilmu saraf, dan antropologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

You are not allowed to comment on this blog without the author's permission.
This blog is a personal diary and not a public discussion forum.
All posts on this blog posted by non-commercial purposes.

Anda dilarang untuk mengomentari blog ini tanpa ijin penulis.
Blog ini adalah buku harian pribadi dan bukan forum diskusi publik.
Semua tulisan pada blog ini dipublikasikan dengan tujuan non-komersial.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.